Penulis : Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili
Fenomena Wahyu
Fenomena wahyu merupakan simpul keterbukaan antara Tuhan dan sebagian manusia dari kalangan para nabi dan rasul. Seandainya bukan lantaran adanya keterhubungan ini, niscaya tidak akan ada agama, hukum-hukum syariat, dan aturan tuhan yang ditetapkan-Nya bagi hamba-hamba-Nya. Seandainya bukan lantaran wahyu maka kita tidak akan mengetahui apa pun yang berkaitan dengan perkara-perkara gaib di alam akhirat dan yang terjadi setelah kematian berupa pertimbangan amal, adzab, titian, surga, dan neraka. Dan, seandainya bukan lantaran wahyu ilahi, kehidupan manusia niscaya seperti kehidupan hutan belantara yang mana pihak yang kuat mendominasi pihak yang lemah tanpa takut terhadap perhitungan amal atau ketentuan pertanggung-jawaban.
Keheranan terhadap fenomena wahyu bermuara pada ketiadaan iman kepada Allah SWT dan dominasu pemikiran materialisme serta pengaruh kuat dari hawa nafsu serta syahwat tanpa pertimbangan dan pengetahuan terhadap sejauh mana kekuasaan Allah SWT, serta penciptaan para malaikat oleh-Nya sebagai perantara penukilan firman Ilahi kepada utusan-utusan Allah yang mulia. Al-Qur'anul Karim menggambarkan sejauh mana keheranan terkait turunnya wahyu yang tidak layak ada dalam kamus iman.
"Alif Laam Raa. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang penuh hikmah. Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, 'Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan.' Orang-orang kafir berkata, 'Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir.'" (Yunus: 1 - 2 )
Ibnu Jarir ath-Thabari menyampaikan dari Ibnu Abbas bahwa ketika Allah mengutus Muhammad sebagai rasul, orang-orang Arab memungkiri ini, atau di antara mereka ada orang-orang yang memungkiri ini, lantas berkata, "Allah terlalu agung untuk menjadi-kan utusan-Nya berupa manusia." Allah pun menurunkan, "Pantaskah manusia menjadi heran." Dan Allah menurunkan, "Dan kami tidak mengutus sebelummu (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya." (Yusuf: 109) Begitu Allah telah menyampaikan berbagai hujjah berulang-ulang kepada mereka, mereka lantas berkata, "Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada orang besar (kaya dan berpengaruh) dari salah satu di antara dua negeri ini (Mekah dan Thaif)." (az-Zukhruf: 31)
Dia lebih terpandang daripada Muhammad. Yang mereka maksud adalah Walid bin Mughirah dari Mekah dan Mas'ud bin Amr ats-Tsaqafi dari Thaif. Kemudian Allah menurunkan ayat sebagai sanggahan terhadap mereka, "Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu." (az-Zukhruf: 32)
Allah SWT mengawali surah Yunus ini dengan firman-Nya, "Alif Laam Raa." Seperti permulaan surah al-Baqarah dengan firman-Nya, "Alif Laam Miim." Yang dimaksud dari huruf-huruf terpisah ini sebagai isyarat untuk memperhatikan apa-apa yang dibaca setelahnya agar orang semakin antusias untuk memahami apa yang didengar atau dibaca. Permulaan dengan sejumlah huruf ini juga merupakan tantangan bagi orang-orang Arab untuk membuat sesuatu yang seperti surah ini atau surah lainnya dari Al-Qur'an. Karena mereka tidak mampu maka hal ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah SWT. Inilah ayat-ayat Al-Qur'an yang ditetapkan penuh kebijaksanaan atau memiliki hikmah lantaran terdapat hikmah yang terkandung di dalamnya, atau inilah ayat-ayat surah yang bijaksana, yang ditetapkan dan dijelaskan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya. Firman Allah SWT, "Inilah," dari kata "tilka" yang aslinya berarti 'itu', namun dalam ayat ini maksudnya adalah 'inilah'.
Firman Allah SWT, "Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka". Dimaksudkan sebagai pemungkiran terhadap orang-orang kafir yang merasa heran pada pengutusan para rasul dari kalangan manusia. Artinya, sungguh mengherankan sebagian manusia yang memungkiri wahyu yang kami turunkan kepada seorang dari kalangan mereka, yaitu jenis manusia. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ketika Allah SWT mengutus Muhammad Saw. sebagai rasul, orang-orang Arab memungkiri ini, sebagian dari mereka memungkiri. Mereka mengatakan, Allah terlalu agung untuk mengutus manusia seperti Muhammad sebagai rasul-Nya. Lalu Allah SWT menurunkan, "Pantaskah manusia menjadi heran".
Keheranan ini tidak pada tempatnya karena seluruh rasul dari kalangan manusia, sejenis dengan manusia yang kepada merekalah rasul-rasul itu diutus, agar dakwah para rasul lebih efektif dan lebih mudah mereka terima dan mereka pahami.
Tugas nabi yang mendapatkan wahyu ini adalah memberi peringatan kepada umat manusia, " Berilah peringatan kepada manusia." Artinya, Kami wahyukan kepadanya untuk memberi peringatan kepada manusia dan menakuti-nakuti mereka bahwa mereka akan mendapat adzab neraka pada hari kebangkitan jika mereka tetap kafir, sesat, dan durhaka. Tugas berikutnya adalah memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman yang mengerjakan amal-amal kebajikan bahwa mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan mereka. Artinya, kemuliaan, karunia, dan tempat yang tinggi di sisi Allah di dalam surga yang penuh nikmat, serta pahala yang baik atas apa-apa yang mereka kerjakan. Yang di maksud dengan amal-amal kebajikan adalah shalat, puasa, kejujuran dalam perkataan, perbuatan serta dzikir mereka.
Firman Allah SWT, "Orang-orang kafir berkata, 'Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir.'" Dalam ayat ini ada yang tidak diungkap, namun dapat dipahami dari kalimat yang ada.
Muhammad Fitrah (Kabid PIP PD IPM Sinjai 2018-2020)
Komentar