Penulis : Lia Kurniawati Siddiq
Sejarah Ka'bah
Ka'bah menurut bahasa adalah bait Al-Haram di Mekah, Al-Ghurfatu (kamar), kullu baitin murabba'in (setiap bangunan yang berbentuk persegi empat). Ka'bah disebut juga dengan Baitullah, Baitul Haram, Baitul Atiq atau rumah tua yang di bangun kembali oleh Nabi Ibrahim dan puteranya Ismail atas perintah Allah Swt. Hal ini sebenarnya merupakan sejarah yang paling tua di dunia. Bahkan jauh sebelum manusia diciptakan di bumi, Allah Swt telah mengutus para malaikat turun ke bumi dan membangun rumah pertama tempat ibadah manusia. Ini sudah dituturkan dalam bab sebelumnya.
Pada zaman Nabi Nuh As, bangunan Ka'bah pernah tenggelam dan runtuh, hingga datang masa Nabi Ibrahim As bersama anak dan istrinya ke lembah gersang tanpa air. Di sana mereka menemukan pondasi Ka'bah dan bangunannya pernah berdiri. Lalu Allah Swt memerintahkan keduanya untuk mendirikan kembali Ka'bah di atas bekas pondasinya dahulu. Dan dijadikan Ka'bah itu sebagai tempat ibadah bapak tiga agama dunia.
Dalam The Encyclopedia of Religion dijelaskan bahwa bangunan Ka'bah merupakan bangunan yang dibuat dari batu-batuan (granit) Mekah yang kemudian dibangun menjadi bangunan berbentuk kubus (cube like buliding) dengan tinggi kurang lebih 16 meter, panjang 13 meter dan lebar 11 meter. Batu-batu yang dijadikan saat itu diambil dari lima gunung rahasia yakni: Sinai, Al-Judi, Hira, Olivet dan Lebanon.
Menurut Yaqut Al-Hamami (Ahli sejarah dari Iran) menyatakan bahwa bangunan Ka'bah berada dilokasi kemah Nabi Adam As setelah diturunkan Allah Swt dari surga ke bumi. Oleh sebab itu Nabi Adam As dianggap sebagai peletak dasar bangunan Ka'bah di bumi. Kemudian setelah Nabi Adam wafat, bangunan tersebut diangkat ke langit dan lokasi itu dari masa ke masa diagungkan dan disucikan oleh para Nabi.
Ada juga diantara penelurusan yang dilakukan oleh kaum mufassirin dan lainnya mengatakan tidak ditemukan teks yang menyebutkan siapa pendiri pertama dari Ka'bah itu. Alquran hanya menyebutkan bahwa Ka'bah adalah rumah pertama yang diperuntukkan bagi manusia untuk beribadah kepada Allah seperti yang telah disebutkan dalam Qs. Ali Imran ayat 96, hal ini dikarenakan Nabi Ibrahim As bersama putranya Nabi Ismail As hanya membangun kembali atau meninggikan dasar-dasar baitullah.
Dalam sejarahnya pada pembangunan Ka'bah itu, Nabi Ismail As menerima hajar aswad (batu hitam) dari malaikat Jibril dijabal Qubais, lalu meletakkannya di sudut tenggara bangunan, dalam The Encyclopedia of Religion disebutkan bahwa hajar aswad atau batu hitam yang terletak di sudut tenggara bangunan Ka'bah ini sebenarnya tidak berwarna hitam melainkan berwarna merah kecoklatan (gelap). Hajar aswad ini merupakan batu yang "disakralkan" oleh umat islam. Mereka mencium atau menyentuh hajar aswad tersebut saat melakukan thawaf karena Nabi Muhammad Saw juga melakukan hal tersebut. Pada dasarnya "pensakralan" tersebut dimaksudkan bukan untuk menyembah hajar aswad, akan tetapi dengan tujuan menyembah Allah Swt.
Bangunan Ka'bah berbentuk kubus yang dalam bahasa arab disebut muka'ab. Dari kata inilah kemudian muncul sebutan Ka'bah. Ketika itu Ka'bah belum berdaun pintu dan belum ditutupi kain. Orang pertama yang membuat daun pintu Ka'bah dan menutupinya dengan kain adalah raja Tubba' dari dinasti himyar (pra islam) di Najran (daerah yaman). Setelah Nabi Ismail wafat, pemeliharaan Ka'bah dipegang oleh keturunannya, lalu bani Jurhum dan bani Khuza'ah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan Ka'bah dipegang oleh kabilah-kabilah Quraisy yang merupakan generasi penerus keturunan Nabi Ismail.
Menjelang kedatangan Islam, Ka'bah dipelihara oleh Abdul Mutholib, kakek Nabi Muhammad Saw. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan ketika menggali Sumur zam-zam. Ka'bah dimasa ini, sebagaimana halnya dengan sebelumnya, menarik perhatian banyak orang. Abrahah, gubernur Najran, saat itu merupakan daerah bagian kerajaan Habasyah (sekarang Ethiopio) memerintahkan penduduk Najran, yaitu bani Abdul Madan bin Ad-Dayyan Al-Harisi yang beragama Nasrani untuk membangun tempat peribadatan seperti bentuk Ka'bah di Mekah untuk menyainginya. Bangunan itu disebut bi'ah, dan dikenal sebagai ka'bah Najran. Ka'bah ini diagungkan oleh penduduk Najran dan dipelihara oleh para uskup.
Ketika itu raja Abrahah pernah bermaksud untuk menghancurkan Ka'bah di Mekah dengan pasukan bergajah, namun pasukan itu lebih dahulu dihancurkan oleh tentara burung yang melempari mereka dengan batu dari tanah yang berapi sehingga mereka menjadi seperti daun yang dimakan ulat.
Ka'bah sebagai bangunan pusaka purbakala semakin rapuh dimakan waktu sehingga banyak bagian-bagian temboknya yang retak dan bengkok. Selain itu Mekah juga pernah dilanda banjir hingga menggenangi Ka'bah dan meretakkan dinding-dinding yang memang sudah rusak. Pada saat itu orang-orang Quraisy berpendapat perlu diadakan renovasi bangunan Ka'bah untuk memelihara kedudukannya sebagai tempat suci. Dalam renovasi ini turut serta pemimpin-pemimpin kabilah dan para pemuka massyarakat Quraisy.
Ketika sampai pada tahap peletakkan Hajar Aswad mereka berselisih tentang siapa yang akan meletakkannya. Kemudian pilihan mereka jatuh ketangan seseorang yang dikenal sebagai al-Amin (yang jujur atau terpercaya) yaitu Muhammad bin Abdullah (yang kemudian menjadi Rasulullah Saw). Setelah penaklukan kota Mekah (Fathul Mekah), pemeliharaan Ka'bah dipegang oleh kaum muslimin. Dan berhala-berhala sebagai lambang kemusyrikan yang terdapat disekitarnya pun dihancurkan oleh kaum muslimin.
Sumber : Buku Misteri & Keajaiban 2 Kota Suci Mekah-Madinah
Editor : Muhammad Fitrah
(Bidang PIP PD IPM Sinjai)
Komentar